Apakah kotoran kucing itu najis, begitu pula kencingnya?
Dari Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إِنَّهَا مِنَ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ وَالطَّوَّافَاتِ
“Kucing itu tidaklah najis. Sesungguhnya kucing merupakan hewan yang sering kita jumpai dan berada di sekeliling kita. ” (HR. Abu Daud no. 75, Tirmidzi no. 92, An Nasai no. 68, dan Ibnu Majah no. 367. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Sebab Abu Qotadah menyebutkan hadits di atas telah dipaparkan sebelum penyebutan hadits ini. Dalam riwayat Abu Daud diceritakan dari Kabsyah binti Ka’ab bin Malik (dia adalah istri dari anak Abu Qotadah, yaitu menantu Abu Qotadah). Wanita ini mengatakan bahwa Abu Qotadah pernah masuk ke rumah, lalu dituangkanlah air wudhu padanya. Kemudian tiba-tiba datanglah kucing. Bejana air wudhu lantas dimiringkan, lalu kucing itu minum dari bejana tersebut. Abu Qotadah pun melihat wanita tadi merasa heran padanya. Abu Qotadah mengatakan, “Apakah engkau heran (dengan tingkahku), wahai anak saudaraku?” Wanita tersebut lantas menjawab, “Iya.” Setelah itu, Abu Qotadah menyebutkan hadits di atas.
Hadits ini menunjukkan bahwa kucing adalah hewan yang suci karena disebutkan dalam hadits bahwa hewan tersebut tidaklah najis. Termasuk hikmah yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau menyebutkan suatu hukum, beliau menyebutkan pula ‘illah atau sebabnya. Sebab kucing tidaklah najis karena ia sering mondar-mandir di sekitar manusia.
Namun tetap saja kucing haram dimakan. Hal ini berdasarkan hadits dari Abi Tsa’labah, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap hewan buas yang bertaring.” (HR. Bukhari no. 5530 dan Muslim no. 1932). Yang dimaksud “dzi naabin minas sibaa’ ” adalah setiap hewan yang memiliki taring dan taringnya digunakan untuk menerkam mangsanya. Kucing termasuk di dalamnya. Jadi, kucing itu keluar dari kaedah para ulama,
إِنَّ جَمِيْعَ مُحَرَّمِ الأَكْلِ مِنَ الحَيْوَانِ نَجِسٌ
“Setiap hewan yang haram dimakan, dihukumi najis.” Kucing dikecualikan karena adanya dalil yang mengecualikan. Namun sebenarnya kaedah tersebut tidak berlaku secara mutlak.
Sekarang, apakah seluruh tubuh kucing itu suci termasuk juga kotorannya?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan, “Kucing tidaklah najis. Namun apakah berlaku secara umum? Jawabnya, tidak. Yang tidak najis adalah air liur, sesuatu yang keluar dari hidungnya, keringat, jilatan atau bekas makan dan minumnya. Adapun untuk kencing dan kotoran kucing tetaplah najis. Begitu pula darah kucing juga najis. Karena setiap hewan yang haram dimakan, maka kencing dan kotorannya dihukumi najis. Kaedahnya, segala sesuatu yang keluar dari dalam tubuh hewan yang haram dimakan dihukumi haram. Contohnya adalah kencing, kotoran, dan muntahan.” (Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 1: 110).
Semoga bermanfaat.
Referensi:
Fathu Dzil Jalali wal Ikram bi Syarh Bulughil Marom, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan pertama, tahun 1425 H.
—
Disusun di Panggang Gunungkidul, Pesantren DS, 16 Dzulqo’dah 1435 H
Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com